Jumat, 11 September 2009

Evolusi Qawaid al-Fiqh

A. Pendahuluan
Allah…
Keagungan, kekuasaan, kasih sayang, kesombongan, ampunan, selalu melekat dalam dzat-Nya. Sifat pemaaf, penolong, kesederhanaan, takkan pernah pudar dalam diri utusanNya, pembawa syafaat, panji-panji kebenaran yang selalu beliau emban. Takkan pernah terhapus tinta sejarah dari kehidupan umatnya, yang akan selalu terbayang akan kehadirannya (Nabi Muhammad SAW).
Qawaid al-Fiqh salah satu bagian cara istinbath al-ahkam, bukan berarti mengenyampingkan ilmu-ilmu yang lain. Paling tidak, fan ini banyak memberikan ruang yang lebih banyak dalam memberikan solusi. Sehingga urgensinya dalam memutuskan sebuah hukum sangat dominan, tak pelak fan ini diajarkan dalam dunia pesantren maupun akademis. Sesungguhnya ilmu ini merupakan bagian daripada ushul fiqh, setelah melewati beberapa periode, para ulama lebih spesifik dalam membagi bidang keilmuan, sehingga menjadi fan tersendiri.
Menggunakan qawaid dalam memecahkan sebuah kasus, merupakan langkah maju untuk menuju “pencerahan pemikiran”. Tidak sepantasnya sebagai umat Nabi Muhammad, kita hanya bisa berpangku tangan, menunggu orang lain menyelesaikannya. Pe;ajaran-pelajaran yang telah kita dapatkan bersama, melatih kita bagaimana kita berfikir secara metodologis, dimulai dari pelajaran ushul, qawaid, ma’ani al-Quran, tafsir dsb. Imam as-Syafi’I sebagai cendekiawan telah merumuskan beberapa kaidah yang berhubungan dengan fan ini, terbukti dengan lahirnya sebuah karangan yang fenomenal, dan tidak asing lagi ditelinga kita dengan nama “ar-Risalah”. Menarik sekali untuk dikaji, Kehendak untuk melakukan pembakuan cara-cara berpikir dalam fiqh lahir dalam situasi ketegangan antara pendukung hadits (naql) dan ra’y (‘aql, rasio), yakni antara pengikut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Imam Malik dinilai terlalu longgar berpegangan pada hadis (waktu itu kalangan Maliki menyebutnya “Sunnah”); sementara Abu Hanifah terlalu sering mengabaikan hadis demi ra’y. Misalnya sabda Rasulullah, “Penunggang kuda mendapat dua bagian, prajurit mendapat satu bagian”, namun oleh Abu Hanifah ditolak dengan mengatakan, “Aku tidak akan menjadikan bagian binatang lebih banyak daripada bagian seorang mukmin”. Rasulullah melakukan isy’ar (melukai punggung unta) sebelum menyembelih hewan kurbannya. Komentar Abu Hanifah, isy’ar adalah penganiayaan.
Kenyataan inilah yang kemudian mendorong salah seorang murid Imam Malik, Imam Syafi’I (150-204 H), menyusun satu metodologi hukum yang selain bisa mempertemukan kedua kubu di atas, juga menjadi pedoman dalam menarik kesimpulan hukum yang baku dari teks-teks suci agama. Sehingga pertentangan kedua kubu, yang melahirkan ekspresi kebebasan berpikir, bisa diredam sedini mungkin. Kita akan lihat sejauhmana Imam Syafi’i merumuskan dasar-dasar berpikir tersebut, yang oleh Fakhr al-Din al-Razi dibandingkan dengan posisi Aristoteles dalam bidang filsafat. Kalau Aristoteles berhasil merumuskan satu sistem filsafat dengan metodologi manthiq-nya (logika), demikian pula al-Syafi’i yang dianggap berhasil merumuskan cara-cara berpikir dalam agama dengan metodologi ushul fiqh-nya, seperti tertuang dalam master piece-nya “al-Risalah”.

B. Pembahasan
i. Pengertian
Sebelum kita memasuki pokok pembahasan, alangkah baiknya kita membahas Kaidah-kaidah Fiqh dari segi bahasa dan istilahnya terlebih dahulu. Karena elemen ini paling tidak bisa membantu kita berimajinasi konsep qawaid secara keseluruhan.
Kata-kata kaidah (قاعدة) menurut bahasa ialah pondasi rumah , pondasi-pondasi bangunan . Jamaknya adalah lafad Qawaid (قواعد), sebagaimana firman Allah:

“Artinya.. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (al-Baqarah; 127)

Dan juga mempunyai arti yang lain, yaitu adl-dlabith (الضابط). Yaitu sesuatu yang totalitas sejalan dengan beberapa divisi (bagian).
Sedangkan menurut istilah, ada beragam pendapat yang telah disampaikan oleh beberapa ulama. Antara lain:

1. menurut ulama ushuliyyin dan ulama nahwu
حكم كلي ينطبق علي جميع جزئياته لتعرف احكامها منه
“Hukum umum yang sejalan dengan beberapa divisi (bagian) agar mengetahui beberapa hukumnya”
Contoh yang diutarakan oleh ulama ushul ialah: “perintah bilamana disepikan dari beberapa qarinah (indikasi) maka berfaidah wajib”. Sedangkan menurut ulama nahwu ialah: “fa’il harus rafa’ dan maful bih harus nasab”.

2. komentar ulama fiqih ialah
حكم اغلبي ينطبق علي معظم جزئياته
“mayoritas hukum sejalan dengan sebagian besar divisi”
Contoh-contohnya dalam istilah undang-undang disebut dengan mabadi’ (مبادئ), jamak dari mabda’ (مبدأ).
Kata yang kedua ialah fiqh, menurut etimologi artinya paham, sedangkan menurut terminology ialah:
هو العلم بالاحكام الشرعية العملية المكتسبة من ادلتها التفصيلية
“mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan yang diambil dari dalil-dalil secara terperinci “
Seperti perbuatan mukalllaf. Baik perbuatan anggota badan maupun batin, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya perbuatan itu. Jika disimpulkan ta’rif (devinisi) qawaid al-fiqh adalah:
اصول فقهية كلية في نصوص موجزة دستورية تتضمن احكاما تشريعية عامة في الحوادث التي تدخل تحت موضوعها
“Totalitas pokok-pokok fiqh dalam beberapa nash yang diresume berdasarkan undang-undang, yang memuat beberapa hukum syari’at secara global dalam beberapa peristiwa yang masuk dalam objeknya”

ii. Sumber
Sumber-sumber yang paling banyak dijadikan pijakan qawaid al-fiqh ialah interpretasi hukum-hukum fiqh ijtihady dan dari sumber pengambilan qiyas, untuk melegitimasi kaidah-kaidah ini dan bentuk-bentuk hukum, setelah adanya ketetapan para madzhab fiqh, seleksi, dan sistematisasi dasar-dasar dan dalil.

iii. Sekilas Historis
Ilmu kaidah-kaidah fiqh tidak disusun sekaligus sebagaimana undang-undang, yang bisa disusun dan dapat dibukukan oleh para ahli. Namun, penyusunan dan pembentukannya disusun secara bertahap, pada era keemasan Islam oleh para tokoh fiqh madzhab, karena mereka menilai pentingnya penggalian dalil-dalil nash syariat secara global, pijakan dasar-dasar fiqh, illat-illat hukum dan resolusi.
Intisari fiqh dalam kaidah-kaidah ini merupakan resolusi para imam mujtahid, mereka mengqiyaskan dan mencari titik temu antara illat. Dalam pada itu, sekalipun kaidah-kaidah ini belum tersusun secara global sehingga menjadi fan tersendiri, pada akhirnya dalam dekade akhir fan ini muncul sebagai ilmu pada tahun 300 H.
Sebagian besar kaidah-kaidah ini disusun dengan cara sirkulasi, dan modifikasi di tangan para tokoh fiqh madzhab tapi masih dalam ruang lingkup ta’lil (interpretation) dan istidlal (konklusi). Dalam kenyataanya, madzhab hanafi adalah madzhab pertama yang muncul diantara empat madzhab yang lain, para eksekutif madzhab ini merupakan orang yang pertama kali dalam meletakkan atau membangun dasar-dasar fiqh, terbukti dengan banyaknya para tokoh madzhab lain yang mengambil pendapat mereka. Meskipun belum sepenuhnya disusun secara baku sehingga menjadi literatur keilmuan. Sebagaimana imam as-Syafi’i berkata:

منْ أَرَادَ أَنْ يَتَبَحَّرَ فِي الْفِقْهِ فَلْيَنْظُرْ إلَى كُتُبِ أَبِي حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ
“Barang siapa ingin mendalami ilmu fiqh maka pelajarilah kitab-kitab imam Abi Hanifah”


Sebagaiman telah diriwayatkan oleh al-‘allamah Ibn Najim, dalam mukaddimah kitabnya –al-Asybah wa an-Nadlair- bahwa imam Aba Thahir ad-Dabbas telah mengumpulkan beberapa kaidah secara umum dari madzhab Hanafi, beliau hidup pada dua dekade, yaitu pada tahun 3 dan 4 H. Beliau telah banyak mengumpulkan beberapa kaidah dari madzhab Abi Hanifah, dengan sejumlah 17 kaidah. Aba Thahir merupakan salah satu orang yang buta, meskipun demikian beliau tidak patah semangat dalam menghafalkan dan mengulang-ulang setiap malam di masjid setelah semua orang turun dari masjid.
Ibn Najim pernah bercerita tentang Aba Sa’id al-Harawy as-Syafi’i, bahwa beliau pernah mengadakan perjalanan, tujuannya bertemu dengan Aba Thahir, setelah itu beliau menukil sebagian kaidah darinya, sejumlah 5 kaidah yang merupakan induk dan bangunan hukum syari’at. Kaidah-kaidah tersebut antara lain:

 الامور بمقاصدها
 الضرر يزال
 العادة محكمة
 اليقين لا يزال بالشك
 المشقة تجلب التيسير
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

 
Copyright © Begundal_Lokajaya